Aswaja merupakan singkatan dari istilah Ahl al-Sunah wa al- ajma ah. Ada tiga kata yang membentuk tiga kata tersebut:
1. Ahl, berarti keluarga, golongan atau pengikut.
2. Al-sunnah, yaitu sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
3. Al-Jama’ah, yakni apa yang disepakati oleh sahabat Rasul SAW pada masa al-Khulafa al-Rasyidun (Khalifah Abu Bhakar RA, Umar bin Khatab RA, Utsman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA).
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitabnya, al-Gunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, “Yang dimaksud dengan al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasul SAW (meliputi ucapan dan ketetapan beliau). Sedangkan pengertian al-jamaah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Rasulallah SAW pada masa al-Khulafah al-Rasyidun yang empat yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat kepada mereka semua)”. (Al–Gunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz, I hal 80)
Selanjutnya, Syeikh Abi al-Fadhl bin Abdussyakur menyebutkan dalam kitab al-Khawakib al-Lamma’ah, “Yang disebut Ahl al-Sunah wa al-Jama’ah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi SAW dan jalan para sahabatnya dalam masalah ini akidah keagamaan, amal-amal lahiriah, serta akhlak hati”. (Al-Khawakib al-Lamma’ah, hal 8-90).
Jadi, Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah merupakan ajaran yang mengikuti semua yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Sebagai pembeda dengan yang lain, ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni tiga sifat yang selalu diajarkan Nabi SAW dan para sahabatnya. Ketiga prinsip itu adalah sebagai berikut:
1. prinsip al-Tawasuth (sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri atau kanan),
2. prinsip al-Tawazun (seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan dalil Aqli dan dalil Naqli), dan
3. prinsip al-I’tidal (tegak lurus).
Ketiga prinsip tersebut bisa dilihat dalam masalah keagamaan (teologi), perbuatan lahiriah (fiqh) serta masalah akhlak yang mengatur gerak hati, (tashawwuf). Dalam praktik keseharian, ajaran Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah di bidang teologi tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam Asy’ari dan Imam Maturidi. Sedangkan dalam masalah perbuatan badaniyah termanifestasikan (terwujud) dengan mengikuti mazhab yang empat yakni Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’I dan madzhab Hambali. Dalam tashawwuf mengikuti rumusan Imam Junaidi al- Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
Sebagaimana definisi yang sangat sederhana, yang disenandungkan dalam untaian nazham oleh KH. Zainal Abidin Dimyathi.
Pengikut Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah mereka
yang mengikuti madzhab para imam
Dalam masalah ushul (akidah) mereka mengikuti
madzhab Imam Asy ari dan Maturidi
Dalam bidang fiqh mengikuti salah satu madzhab
yang menjadi pimpinan umat ini
Imam Syafi’I dan Imam Hanafi yang cemerlang
serta Imam Malik dan Imam Hambal
Dalam bidang tashawwuf dan thariqah
mengikuti ajaran Imam Junaid
(Al-Idza ah al-Muhimmah, 47)
Salah satu alasan dipilihnya ulama-ulama tersebut oleh salafuna al-shalih, sebagai panutan dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jamaa’ah karena mereka mampu membawa ajaran-ajaran yang sesuai dengan intisari agama Islam yang telah digariskan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnay. Dan mengikuti hal tersebut merupakan kewajiban bagi umatnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Dari Abdurahman bin Amr al-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al-Irbadh bin Syariah berkata, ”Rasulullah SAW menasehati kami, ”Kalian wajib bepegang teguh pada sunnahku (apa yang aku ajarkan) dan perilaku khulafau al-Rasyidun yang mendapat petunjuk.” (Musnad Ahmad bin hambal, 16519)
Karena itu, sebenarnya Ahl Sunnah wa al-Jama’ah adalah Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diamalkan oleh sahabatnya. Ketika Rasulullah SAW menyatakan umatnya akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan, dengan tegas Nabi mengatakan bahwa yang benar adalah mereka yang tetap berpedoman pada apa saja yang diperbuat oleh Nabi SAW dan para sahabatnya pada waktu itu (ma’ana alaihi al-yawm wa ashabihi).
Maka, Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sesungguhnya bukanlah aliran yang baru muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari hakiki agama islam. Ahl al-Sunnah wa al-Jamaa’ah justru berusaha untuk menjaga agama Islam dari beberapa aliran yang akan mencerabut ajaran Islam dari akar pondasinya semula. Setelah aliran-aliran itu semakin merajalela, tentu diperlukan suatu gerakan untuk menyosialisasikan dan mengembangkan kembali ajaran murni Islam. Sekaligus merupakan salah satu jalan untuk mempertahankan, memperjuangkan dan mengembalikan agama Islam agar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. (Khittah Nahdhiyyah, 19-20)
Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku dirinya termasuk Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah mengamalkan sunnah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Abu Said al-Kadimi berkata, ”(Jika ada yang bertanya) semua kelompok mengaku sebagi golongan Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Jawaban kami adalah ”bahwa Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, itu bukan klaim semata, namun harus diwujudkan (diaplikasikan) dalam perbuatan dan ucapan. Pada zaman kita sekarang ini, perwujudan itu dapat dilihat dengan apa yang tertera dalam hadits-hadits yang shahih seperti Shahih al-Bukhari dan kitab-kitab lainnya yang telah disepakati validitasnya”. (Al-Bariqah Syarh al-Thariqah, hal 111-112)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan bahwa Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, merupakan ajaran yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dan itu tidak bisa hanya sebatas klaim semata, namun harus dibuktikan dalam tingkah laku sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar